Selasa, 05 Oktober 2010

cerpen quu

Oleh:

Rezky Amalia

Duri Menyelamatkan Cintaku

Cinta dimulai dengan senyuman,tumbuh dengan kasih sayang dan berakhir dengan air mata,kita hdup di dunia ini bukan untuk mencintai seseorang yang sempurna untuk dicintai tetapi untuk belajar mencintai orang yang kurang sempurna dengan cara yang sempurna.

Pada cerpen in penulis menceritakan tentang seorang gadis dengan seorang pria yang tidak pernah mengakui bahwa selama ini ada cinta diantara mereka.

Langkah Mey tertahan. Luka menahun meraja di hatinya,mengiris tak tertahan. Keputusannya memang telah dipikirkannya. Berulang kali! Ya sebelumnya dia siap terluka,tetapi tak pernah dibayangkannya akan seperti ini.

Disini kisah dengan Chandra pernah terajut. Memang tak ada setangkai bunga sebaga tanda atau janji untuk jaminan cnta. Tetapi mata Chandra,bagaimana mungkin sekilau permata jika bukan karena cinta. Lalu seenaknya saja dia berkelit “ kita Cuma sahabat”!.

Mey ingn menangis. Tapi bibirnya malah mencipta senyum,bahkan luka di balik dadanya ikut akur mencipta senyum manis itu. Jika saja dia bisa mengatur nafasnya agar tak sesak ,tentulah bukan senyum yang tercpta ,tapi juga kalimat pengharapan agar Chandra bahagia disisi Lisa.

“ Mey,ini Lisa pacarku cantik kan?”

Mey mengulur tangan,lalu mengangguk begitu saja! Melangkah tanpa kesan luka. Tangisnya baru tertumpah setelah tiba di kamar.

Dia meraih ponsel dan mencoba mengirim ucapan selamat buat Chandra. Ya , Chandra tak boeh tau bahwa dia terluka ucapan selamat buat Chandra. Ya Chandra tak boleh tau bahwa dia terluka. Bukan hanya Chandra yang akan menertawainya,tapisemua akan terbahak-bahak jia tau Chandra melukainya.

Bagaimana mungkin Mey yang manis,baik hati ,hanya menangis gara-gara Chandra. Mey mencoba tersenyum setelah mengirinm SMS untuk Chandra. Mulai detik ini tekadnya,dia tak lagi menangis gara-gara Chandra. Karena dia tau Chandra mencintainya. Terlebih dia pun yakin,suatu saat Chandra akan dating dan bertekuk lutut di depannya. Dan pada saat itulah,dia harus menangis. Karena pada saat itu dia harus berperan sebagai sahabat yang mencinta dan tak pernah terluka sedikitpun.!

Lalu tak cukup setahun. Sangat singkat,Mey bahkan masih mau melihat Chandra dan Lisa bahagia,semakin lama semakin baik.

Di mata Mey,Chandra adalah seseorang yang patut dicintai,tapi tentulah tak wajar Mey harus mengemis di depan Chandra. Kelebihan yang dimiliki Mey dijadikannya perisai pertahanan agar tak goyah saat dikecewakan seseorang. Apalagi Chandra yang tak pernah diliriknya seandainya bukan karena kepiawaiannya menggawangi OSIS dan organisasi lainnya. Mungkin juga karena cakep. Ya ,mungkin. Bukankah cakep relatif

“Aku dan Lisa tak bisa bertahan,” ucap Chandra kepada Mey

Mey berusaha menyimpan tangis. Ya dia patut menangis karena untu kedua kalinya dia harus berperan sebagai karang yang tak boleh oleh badai apapun apalagi karena Chandra.

“Aku ikut terluka,” Mey berucap tanpa berani menatap Chandra

“Maukah kamu menggantikan Lisa?,”ucap Chandra

“Mengganti Lisa? Pacar maksud kamu? Bukankah kita sahabat?”

“Tapi………’

“Iya,tapi apa kamu memang pantas untukku? Dengan sisa cinta pula sisa dari Lisa yang tak pernah masuk dalam hitunganku untuk kujadikan saingan ,” ucap Mey sambil mengeluarkan butiran mutiara

Sakit sekali hati Mey mengucap kalimat itu. Tapi itulah jalan satu-satunya! Memang tak ada tempat yang aman bagi cinta untuk bersembunyi. Di balik kemunafikan serapat apapun,cinta tetaplah mencari celah untuk keluar lewat mata. Berbinar cerita saat bahagia,berkabut saat terluka.

“Itu berarti tak ada lagi kisah diantara kita,meski itu persahabatan!,”ancam Chandra

“Aneh aku nggak pernah keberatan saat kamu memilih Lisa. Bukan hanya kamu Lisa bahkan kuanggap sebagai sahabat. Apa salahku dengan keretakan hubunganmu dengan Lisa?”

“Kamu jangan munafik Mey! Aku tahu kamu mencintaiku”

“Cukup!!”

Chandra tersentak dengan bentakan itu. Acting Mey semakin sempurna,tapi tetap saja Chandra tahu itu hanyalah sandiwara.

“Aku akan selalu menunggumu.” Ucap Chandra.

Inilah kata-kata terakhir dari Chandra yang selalu terngiang di telinga Mey.

4 tahun kemudian….

Sore itu,sinar matahari yang tak terlalu menyengat mengiringi langkah Mey. Perjalanan dari kampus UI tadi dirasakannya sangat lamban hingga membuat hatinya kurang sabar. Setengah tergesa,Mey menggerakkan kakinya ingin segera sampai di rumah. Jalannya yang lebih cepat dari biasanya membuat lambaian kerudungnya bersuara lantaran tertiup angin yang tak kencang.

Ya,hatinya tengah terimpit rasa penasaran. Siang tadi di depan kampus Sasa sahabat karibnya sesame aktivis masjid kampus,menyodorkan sepucuk amplop putih yang beralamat di Jawa Barat,Bandung dengan tulisan “aktivis masjid kampus ITB”,tanpa didahului nama pengirim di depan amplop surat.

Assalamu’alaikum,ini ada titipan surat dari pak pos,”kata Sasa singkat.

Wa’alaikumsalam,buatku?,” Tanya Mey agak bengong

“Ya iyalah,kok bengong gitu she. Jangan lupa ya beso kita ketemu di masjid OK? Sambil menyelesaikan karya tulis yang akan dilombakan bulan depan antar mahasiswa se-UI. Yuk,assalamu’alaikum,” sergah Sasa sambil berlalu setelah setelah menjabat tangan Mey.

“Iya,Insyaallah,wa’alaikumsalam,”jawab Mey sedikit gelagapan.

Mey memandangi amplop itu. Hasrat hatinya menggoda untuk mengetahui dari siapa surat itu. Dengan hati-hati,dilepasannya perekat amplop itu. Lalu dilihatnya ada nama pengirim tersebutternyata dari mas Chandra.

Dalam sudut hatinya Mey mengakui dirinya memang mengagumi sosok Chandra yang cerdas,jiwa kepemimpinannya menonjol dan dari sejak dulu Mey mengenal dia orangnya baik. Garansinya dia memimpin aktivis masjid kampus ITB,insyaallah shaleh…

‘Eh kok aku ngelantur gitu she,jangan-jangan mas Chandra mau tau kabarku aja,”perasaan itu muncul tiba-tiba dalam pikirannya. Dia jadi malu sendiri.

Didesak rasa penasarannya,Mey langsung membaca surat tersebut di tempat tidurnya

Untuk :

Ukhti Meylina

Di kampus UI

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah ,shalawat serta salam semoga tetap senantisa terlimpah atas junjungan kita Rasulullah SAW,keluarga,sahabat,dan kita semua.

Puji syukur ,lindungan Allah dan hidayah-Nya masih mengalir tak henti terlimpah atas diri saya semoga demikian juga dengan ukhti.

Saya agak bingung bahkan ragu harus darimana pena saya memulai menggoreskan kalimat yang pas di atas kertas ini. Sebelum lebih banyak mengurai kata,tapi terlebih dahulu saya meminta elapangan hati ukhti untuk sudi memaafkan saya jika seandainya nanti ada yang tidak pada tempatnya dan yang penting tolonglah lupakan masa lalu saya ingin memulai kehidupan baru berdasarkan atas izin Allah swt..

Dengan mengucap bismillah saya ingin katakan dengan jujur bahwa saya dari dulu hingga sekarang saya tertarik kepada ukhti. Terserah uhti mau mengartikan seperti apa ketertarikan saya jatuh hati atau jatuh cinta. Saya hanya berbekal keyakinan bahwa saya tidak bermaksud buruk sebagai aktivis saya sadar ini tidak selayaknya dilakukan.

Semoga Allah mengampuni saya. Selanjutnya saya mencoba menghimpun kekuatan dan keyakinan diri. Bahwa saya bermaksud baik sama sekali dan terlintas sedikitpun di pikiran saya untuk berbuat maksiat. Sehingga saya memberanikan diri untuk mengungkapkan hal ini kepada ukhti. Semoga saya siap dengan segala resiko. Resiko menerima takdir jika perasaan saya harus bertepuk sebelah tangan. Dan kalaupun bersambut seusai diwisuda kita dapat menjalankan sunah rasul yaitu nikah. Saya hanya berharap tidak menjatuhkan hati kepada orang yang tidak tepat. Sekali lagi saya berharap ukhti membuka pintu maaf seluas-luasnya . saya sangat berbahagia jika ukhti berkenan memberikan respon atas ungkapan saya ini.

Wassalamualaikum wr.wb

Akhi Chandra

Deg! Hati Mey bergetar. Aneh,bahagia,dan tak menyangka semua perasaan itu campur aduk jadi satu. Sulit dipercaya Chandra yang dkagumi Mey dari dulu sampai sekarang menyatakan perasaan kepada Mey secara serius.

Bahagia tentu saja. Jiwa Mey seperti ingin melayang ke angkasa. Walaupun cinta itu terpendam di hati Mey semenjak 2 MTs,tetapi cinta itu tetap utuh seolah-olah batu yang tak pernah pecah.

Mey masih berangan-angan tak menyangka. Bayangan-bayangan indah menari-nari di matanya menikmati suasana cinta. Ya .,hatinya sedang jatuh cinta.

“Lalu apa yang harus kulakukan?,” desah batin Mey

Chandra mengharapkan jawaban darinya. Mey bingung harus jawab apa. Perasaan teramat jelas. Hanya dengan Chandra lah cinta yang sesungguhnya. Yang dinilai dari seorang lelaki yaitu pantas atau tidaknya dijadikan teman. Dan ternyata yang pantas itu adalah sosok seorang Chandra. Tapi bukan itu masalahnya. Dia t mungkin memberikan jawaban bahwa hatinya juga sama. Langkah Mey satu-satunya adalah Mey harus membalas surat dari Chandra untuk meminta deadline yang lebih lama lagi,ya paling gak 2 minggu agar keputusan dapat diterima oleh semua pihak.

Mulailah Mey membalas surat dari Chandra.

Untuk :

Akhi Chandra

Di kampus ITB

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah puji syukur selalu terucapkan kepada Allah swt. Dan salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah saw beserta kerabat-kerabat beliau. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada akhi,langsung saja saya jelaskan.

Mohon maaf sebetulnya saya belum bisa mengambil keputusan dalam waktu yang singkat ini,karena ini sangat menentukan masa depan kita. Jadi,saya minta waktu lagiya kira-kira 2 minggu agar keputusan saya diberikan keridhoan-Nya.Wassalamualaikum wr.wb

Ukhti Meylina

Di dalam waktu 2 minggu , Mey berusaha mencari siraman rohani,dan itu diperolehnya dari sebuah buku yang sangat menentukan keputusan untuk pernyataan akhi Chandra,inilah cuplikan dari sebuah buku yang dibaca Mey:

“sejarah umat dan bangsa-bangsa menunjukkan bagaimana kehancuran di banyak peradaban mereka justru karena”cinta kepada lawan jenis”yang tidak sesuai dengan garis ketentuan dari Allah. Rasulullah saw pernah berpesan:

“ sesungguhnya dunia ini manis dan menyegarkan….. maka takutlah kalian pada wanita,karena cobaan yang pertama terhadap Bani Israel ialah karena wanita.”. belum lagi jika kita menilai dari aspek lain ,bahwa cinta kepada sesama manusia tidak dibenarkan melebihi cintanya kepada Tuhannya. Hal ini berarti pula,bahwa cinta kepada lawan jenis tidak boleh disertai dengan melanggar tata aturan-Nya,dengan mengatasnamakan fitrah. Kita tentu faham makan adalah kebutuhan manusia yang juga telah diberikan Allah swt tetapi tentu tidak boleh kita beralasan bahwa itu kebutuhan manusia lalu kita makan sesuatu yang haram. Demikian pula mengungkapkan rasa cinta tanpa mengikuti tuntunan syariat tentu suatu sikap yang lancang yang akan membawa kerusakan. Mungkin ada yang bertanya mengapa demikian? Sebab ungkapa cinta yang hanya verbal sesungguhnya cenderung kpada kepalsuan. Tentu kita sepakat bahwa cinta tak hanya di bibir belaka. Cinta bukan sekedar bisa berpelukan,bercanda bersama,makan bersama atau bahkan tidur bersama.

Cinta yang hakiki lebih jauh dari itu menuntut sikap tanggung jawab sebagai bukti cintanya,menuntut pengorbanan,kerja sama dan saling membantu. Maka kesalahan besar jika ungkapan cinta hanya dikatakan dengan “ aku cinta padamu”. Ungkapan cinta tersebut yang hanya verbal yang biasa diungkapkan kaum muda dan dilanjutkan dengan bersenang-senang dalam tempat pacaran itu banyak mengandung penipuan .

Seseorang cenderung berpura-pura terhadap orang yang dicintainya tetapi sebenarnya hanya untuk meenarik pihak lain supaya terjebak dalam perangkapnya. Buktinya banyak orang yamg disaat pacaran terlihat mesra tetapi ketika melanjutkan dalam ikatan keluarga lalu putus begitu saja. Memang tidak semuanya tapi kepalsuan ini menjadi sebuah kecenderungan umum. Maka tak heran jika kita saksikan banyak terjadi kasus wanita hamil diluar nikah,bunuh diri karena putus cinta de-el-el. Jika benar-benar cinta telah tumbuh di dalam hati dan siap berkorban demi mewujudkan cintanya itu mengapa tidak disiapkan untuk hidup selamanya dalam ikatan yang sah,ikatan pernikahan?”

“Ya menikah,aku harus menikah dengan Chandra jika kami saling mencintai untuk tidak menmbulkan fitnah,dan saling mencintai dalam lingkup yang sah,” ungkap batin Mey.

Mey bergegas menemui bapak ibunya untuk memberi tahu apa yang terjadi dengan dirinya selama ini.

“Pak,Bu tolonh baca surat dari Chandra ini dan tolong berikan solusi yang terbaik,” kata Mey sambil membua surat dari Chandra

“Nak,bapak ibu percaya kepada Mey dapat menentukan pilihan yang terbaik untuk kamu sendiri,tapi alangkah baiknya jika kamu mau menerima Chandra toh dia sudah siap menikah,dan ibu rasa kamu sudah saatnya mendapatkan pendamping hidup,tinggal 1 minggu lagikalian diwisuda.

“Nak menikahlah karena Allah bukan karena cinta,”kata orang tua Mey sebagai kunci keputusan Mey

“Alhamdulillah Mey udah merasa lega dengan keputusan yang bapak ibu berikan dan 1 lagi Bu kami berdua setelah tamat kuliah sudah diberikan pekerjaan oleh pak De ,Insyaallah Chandra diberikan pekerjaan sebagai direktur PERTAMINA dan saya akan menjadi sekretarisnya,semoga kami berjodoh,” kata Mey penuh harap

“Ya Allah terimakasih Engkau telah membukakan hati Chandra untuk mencintai hamba-Mu ini yang selama 7 tahun saya menunggunya Engkau telah memberikan yang paling baik kepada hambMu ini,jadikanlah kami pasangan yang Engkau ridhoi,pasangan yang benar-benar mengharapkan cinta-Mu ya allah”

Mulailah Mey ingin membalas sekaligus memberikan keputusan kepada Chandra. Dengan keringat yang bercucuran dengan detak jantung yang kencang dengan tangan yang gemetar ,Mey mencoba menulis surat di atas kertas putih.

Untuk;

Chandra

Ketua masjid kampus ITB

Assalamualaikum wr.wb

Semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita serta salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada orang iang paling sempurana di dunia yaitu baginda Muhammad saw

Ini puisi teruntuk Chandra;

Kata Hati

Tidak ada seorangpun yang tahu

Bahwa kasihku ini kutujukan padamu

Mesipun kurasakan mustahil akan kugapai

Tetapi aku tahu Allah Maha Mengetahui hasrat hatiu

Padamu terhimpun budi pekerti yang tinggi

Padamu tergambar kebijaksanaan abadi

Matamu bening menggambarkan kepribadianmu

Bicaramu tegas menentramkan hatiku

Hatiku yang satu hanya untukmu abadi

Sedari awal kulihat dirimu insan mulia

Terlalu baik bagi diriku yang hina

Tetapi diri ini mencintai kebaikan dan keindahan akhlakmu

Dabn padamu kuletakkan sebuah harapan

Adakah kau tahu,adakah kau merasakan

Insan lemah ini menangis dalam kerinduan dan penuh penghrapan

Tiada mampu kusampaikan hati ini bicara

Lantaran hinanya diri rendahnya budi pekerti

Meskipun cinta dan perhatianmu kudambakan

Terasa betapa kerdilnya diri ini

Terasa tidak layak untuk memiliki hatimu

Adakah kau merasakan perasaanku ini

Karena aku tak bisa menunjukkn perasaanku padamua

Walau htiku sangat berdebar dan kakiku goyah tatkala melihat dirimu

Semoga keputusan saya ini mendapatkan ridho-Nya dengan mengucap bismillah saya siap untuk menikah dengan Chandra seusai kita di wisuda.

Wassalamualaikum wr.wb

Meylina

Chandra telah menerima surat dari Mey hatinya sangat bersyukur kepada Allah swt telah memberikan pasangan yang betul-betul mencintai-Nya

Wisuda telah dilaksanakan,keesokan harinya mereka melafalkan akad nikah di rumah Mey du Depok RT 07 No 38 JABAR

Rasa haru bercampur bahagia meliputi perasaan Mey,Chandra dan keluarga mempelai. Mereka saling bergembira menangis mengingat kenangan masa lalu merupakan badai Tsunami yang berhasil mereka lalui tanpa mengeluh dan selalu mengharapkan pertolongan-Nya

Besok merupakan hari yang paling indah mereka melaksanakan resepsi pernikahannya dengan tawa,canda,air mata semua lebur menjadi satu,menjadi sebuah pengakuan yang sangat berarti buat kehidupan

Azan subuh yang berkumandang mengejutkan Mey dari lamunan. Tidak disadari masa lalu begitu cepat sekali kedengaran di luar suasana kelam kabut… bunyi kaca dan suara saudara marak hiruk pikuk di luar

“dimana suamiku? Kapankah aku dapat melihat wajahmu duhai kekasih? Desah batin Mey

Merasakan kebahagiaan hakiki di kelopak cerah segala bunga di pucuk-pucuk hijau segala rasa.

“ cinta bukan karena keindahan yang tampak di mata. Tetapi karena yang menyatukan hati dan jiwa. Akhirnya segalanya ditinggalkan karena Allah. Komitmen dengan Allah swt dibutuhkan karena dia bertekad membangun rumah tangga semata-mata mencari ridho-Nya

Kala cinta bertanya pada cinta maka imanlah jawabnya”

kiekyamalia@yahoo.com

Sabtu, 07 Maret 2009

Ketika Derita Mengabadikan cinta

Ketika Derita Mengabadikan Cinta

Penulis : Habiburrahman El Shirazy

(Sumber: http://lenijuwita.wordpress.com)

 

 

 

“Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr. Mamduh Hasan Al-Ganzouri. Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan Direktur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua mempelai. Kepada Professor dipersilahkan. …”

Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai Nil, Kairo.

Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering nongol di televisi itu.

Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu…

Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu’ala Rasulillah, amma ba’du. Sebelumnya saya mohon ma’af , saya tidak bisa memberi nasihat lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita…

Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya, yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. Harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah mutiaranya dan buanglah lumpurnya.

Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras, melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.

Tiga puluh tahun yang lalu …

sahabatq.........

Sahabat ku.......

Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan


dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan
mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi
persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan
bertumbuh bersama karenanya…

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi
membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkanbesi,
demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya. Persahabatan
diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti,
diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak,
namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan
dengan tujuan kebencian.

Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan
untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya
ia memberanikan diri menegur apa adanya.

Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman,
tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan
dengan tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha
pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita
membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi
mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih
dari orang lain, tetapi justru ia beriinisiatif memberikan
dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya,
karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.
Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati,
namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.
Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun
ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.

Beberapa hal seringkali menjadi penghancur
persahabatan antara lain :
1. Masalah bisnis UUD (Ujung-Ujungnya Duit)
2. Ketidakterbukaan
3. Kehilangan kepercayaan
4. Perubahan perasaan antar lawan jenis
5. Ketidaksetiaan.
Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan
oleh sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinya.

Renungkan :
**Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri
“Dalam masa kejayaan, teman2 mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman2 kita.”**

pacaran.......????????????

Mengakali Hukumkah Pacaran Islami?

“Kalian selalu mencari-cari alasan buat pacaran, ya?” (KHP: 104) Demikian dakwaan dari sebagian penghujat. “Tak sedikit,” tuduh mereka, “santri-santri yang sudah berani berpacaran dengan mengatasnamakan pacaran Islami. Mereka mencampurkan yang haq dengan [yang] bathil.” (PIA: 24) Mereka menghujat, “karena nggak pake dalil yang bener, ditempeli deh aktivitas itu dengan istilah ‘islami’. Harapannya, bisa enjoy menikmati hubungan tersebut. Alasannya, toh sudah ada sertifikat ‘halal’ dengan mencantumkan kata ‘islami’ di akhir kata ‘pacaran’. Gedubrak!” (JNC: 73) Lalu, saran mereka, “Jangan sampai kamu ‘ngakalin’ hukum gitu lho.” (JNC: 75) Benarkah dakwaan mereka itu? Bab 4 ini berjuang membela pelaku-pelaku ‘pacaran islami’, terutama dari kalangan santri dan remaja masjid, yang dituding mencari-cari alasan untuk mengakali hukum Islam.

Alasan Pacaran Islami Tidak Dicari-cari

“Sebuah ungkapan jangan ‘beli kucing dalam karung’ nampaknya menjadi alasan klasik.” (PIA: 33) Dalam prasangka sebagian penghujat, “alasan inilah yang paling banyak diakui oleh teman remaja yang pacaran. ... Padahal, kayaknya cuma akal bulus deh.” (JNC: 68) Akal bulus? Tidak bolehkah kita berikhtiar untuk lebih mengenal calon pasangan hidup?

“Bohoong! Bohong banget kalau orang yang pacaran itu makin mengenal satu sama lain. Kalaupun iya, paling juga kenal luarnya doang.” (KHP: 117) Mereka mendakwa, “pacaran adalah saat-saat paling munafik dalam kehidupan seseorang.” (PIA: 34) “Kita lihat kan, berapa banyak orang pacaran dengan dalih ‘mengenal’ sebelum menikah, toh saat menikah mereka juga malah pada berantem terus. Hihihi... abis gimana? ... abis nikah kebuka semua sih, sifat aslinya.” (KHP: 117-118) Ya. Itu bisa saja terjadi. Namun, untuk adilnya, kita harus melihat juga, berapa banyak orang ‘pacaran islami’ dan kemudian setelah menikah menjadi sangat rukun (jarang berantem), karena sudah saling kenal sebelum menikah. Abis, pada waktu ‘pacaran islami’ itu, sudah kebuka semua sih, sifat aslinya yang mendasar (kendati sifat-sifat lain yang tidak fundamental belum terkuak).

“Standar mengenal juga nggak bisa dipastikan.” Maka, menurut sebagian penghujat, “yang menjadi masalah sebenarnya bukan seberapa lama mereka ‘mencoba mengenal’, namun seberapa siap seorang laki-laki dan perempuan untuk memahami dan bertanggung jawab dalam bingkai sebuah hubungan yang dihalalkan. Bukan begitu?” (KHP: 120-121) Bukan! Argumentasi tersebut tampak sesat-pikir lantaran ‘dilema yang keliru’. (Lihat JSP: 43.) Mengapa keliru, berikut ini penjelasan saya.

Bagi orang yang merasa belum siap nikah, pacaran itu bisa menciptakan rasa saling-kenal, sehingga ia menjadi merasa siap untuk meresmikan hubungan. Sementara itu, bila kita tanpa pacaran sudah bisa merasa siap untuk memikul tanggung jawab dalam pernikahan, itu antara lain karena ada rasa saling-kenal yang mendasarinya, meskipun sedikit. Rasa saling-kenal tambahan (yang tumbuh dari pacaran, misalnya) dapat membuat kita lebih merasa siap untuk menikah.

Rasa mengenal itu lebih kita butuhkan daripada pengetahuan tentang si dia. Jika kita tahu banyak, tetapi belum merasa cukup-mengenal, maka banyaknya pengetahuan itu kurang memberi kita dorongan. Tapi, jika kita merasa cukup-mengenal, maka itu sudah dapat mendorong kita untuk merasa siap untuk menikah, walau menurut ‘standar orang-orang’ pengetahuan kita tentang si dia tidak banyak. Karena itu, tidak jelasnya standar mengenal tidak menjadi masalah.

Bagaimana kalau dalam rangka mendorong pacar agar dia semakin merasa ‘siap’ kita gunakan rayuan? Kita pakai kata-kata manis seperti: ‘Bulan madu ke awan biru, akan kugendong rembulan, kukantongi bintang-bintang. Kalau tak percaya, belahlah dadaku.’?

“Gombal! Dibohongin luuu! ... Bohoooong.” (KHP: 83; PIA: 34) Bohong? Belum tentu. Menurut Yusuf Qardhawi dan ar-Raghib al-Isfahani, berbagai macam majâz (kiasan) “yang tidak menunjukkan makna sebenarnya secara langsung, tetapi hanya dapat dipahami dengan pelbagai indikasi yang menyertainya, baik yang bersifat tekstual ataupun kontekstual, ... tidak boleh dianggap sebagai kebohongan.” (BMHN: 167-168) Rasulullah saw. pun dalam berbahasa sering memakai majâz, yang mengungkap maksud beliau dengan cara-cara yang “sangat mengesankan”. (BMHN: 167)

Jika cara rayuan maut, pemberian dorongan kuat, dan perhatian besar demi kelanggengan hubungan sudah dijalankan, tetapi akhirnya tidak bersanding di pelaminan, bagaimana? “Jodoh di tangan Allah, bukan di tangan pacarmu. Maksudnya, biar sudah pacaran jungkir balik kalau Allah menentukan bukan jodoh, ya... nggak kesampaian.” (KHP: 172) Ya, ada benarnya. Biar sudah kerja banting tulang, kalau Allah menentukan bukan rezeki kita, ya... nggak kesampaian. Biar sudah jungkir balik menjaga kesehatan dan keselamatan, kalau Allah menentukan waktunya ajal, ya... kesampaian. Lantas, apakah kita tak perlu bekerja keras, tak perlu menjaga kesehatan dan keselamatan, tak perlu berikhtiar mengusahakan calon jodoh? 

Tidakkah “suatu kesia-siaan saja jalan bersama seseorang yang belum tentu seratus persen menjadi pasangan hidup”? (KHP: 127) Tidak. Karena pacar Anda belum tentu seratus persen menjadi pasangan hidup Anda, ya jalan bersamanya tidak usah seratus persen. Tidurnya sendiri-sendiri, mandinya sendiri-sendiri. Jika, dalam perhitungan akal sehat Anda, peluang dia hanya limapuluh persen, ya jalan bersama dianya cukup limapuluh persen juga. Kuota limapuluh persen itu sudah cukup lumayan untuk menjadi ladang amal melalui pacaran islami. “Barangsiapa membawa kebaikan, balasannya akan lebih baik dari itu.” (al-Qashshash [28]: 84) 

Amal itu tidak pernah sia-sia selama kita ikhlas melakukannya. Karena itu, ketika Anda berbuat baik kepada pacar Anda, janganlah Anda pikirkan apakah akhirnya dia akan ditaqdirkan Allah menjadi pasangan hidup ataukah tidak.

Memang, kita tak kuasa mengubah qadar. Namun, Tuhan berkuasa mengubahnya. “Dihapuskan-Nya apa yang Dia kehendaki, dan ditetapkan-Nya apa yang Dia kehendaki.’ (ar-Ra’du [13]: 39) Agar perubahan itu terjadi, ada syaratnya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu mengubahnya sendiri.” (ar-Ra’du [13]: 11) Karena itu, di samping berdoa, haruslah kita berikhtiar supaya keadaan buruk kita diubah oleh Tuhan, diubah-Nya menjadi baik menurut kehendak-Nya. (TM: 101) Walau jodoh di tangan Tuhan, “Allah telah mempersilakan kita untuk menjemputnya dengan ikhtiar kita.” (NAI 58-59; lihat MCMD: 176-180.) Caranya, antara lain, bercintaan dengan kekasih-tetap.

“Sssttt,” bisik sebagian penghujat, “orang-orang yang jatuh cinta itu —menurut penelitian [antropolog Helen Fischer]— ngeluarin hormon yang bikin bodho. ... Otak kirinya nggak bekerja.” (KHP: 108) Tapi, riset tersebut bertentangan dengan penelitian ahli-ahli psikologi, khususnya yang mendalami bidang kecerdasan. Daripada Fischer, mereka lebih dapat dipercaya untuk dijadikan narasumber dalam masalah kecerdasan, bukan?

Menurut penelitian pakar-pakar kecerdasan itu, emosi (perasaan) memang dapat melumpuhkan otak kiri, tetapi itu hanya terjadi pada emosi negatif yang teramat kuat. (KE: 110) Emosi negatif itu berupa amarah, kecemasan, kesedihan, dsb. (KE: 77-108) Adapun rasa cinta itu sendiri bukanlah emosi yang negatif. (Lihat KE: 8 dan 15.) Jadi, rasa cinta tidak akan melumpuhkan otak kiri (tidak akan menyebabkan kebodohan).

Bagi sebagian orang yang lebih mengunggulkan otak kiri daripada yang kanan, bercintaan dengan kekasih-tetap mungkin dianggap ketinggalan zaman. “Kuno!” seru sebagian penghujat. Alasan mereka, “Zamannya apa-apa musti cepet, kok masih sempat-sempatnya bersayang-sayangan.” (KHP: 149) Tapi, ahli-ahli biologi evolusi dan psikologi kecerdasan berpandangan lain. Menurut penelitian para pakar itu, ciri aktivitas otak primitif adalah ‘cepat tapi ceroboh’, sedangkan yang modern adalah ‘teliti walau lambat’. (KE: 31) Dengan demikian, yang lebih modern bukanlah yang lebih cepat, buru-buru, dsb., melainkan yang lebih cermat, penuh perhatian, dsb.. Jadi, bila kita pacaran secara Islami agar lebih teliti lagi dalam ‘melihat calon’, bukan untuk menunda-nunda pernikahan, alasan ini memiliki dasar yang kuat, tidak dicari-cari.

Islamisasi Pacaran Dibenarkan Syari’at

“Nggak setiap perbuatan apabila diembel-embeli dengan kata ‘islami’ bisa langsung dikatakan halal untuk dilakukan. Nggak lho, kudu dilihat dulu aktivitasnya.” (JNC: 72) Benar! Halal-haramnya sesuatu tidak bergantung pada namanya, tapi pada aktivitasnya. Apa aktivitas dalam pacaran? Bercintaan dengan kekasih-tetap. Haramkah aktivitas ini? Tidak selalu.

Namun, dalam pandangan sebagian penghujat, “yang namanya hubungan antara laki-laki dan perempuan selain nikah tuh, rawaaan banget.” (KHP: 115) Dengan kata lain, menurut mereka, “peluang nggak baiknya lebih banyak daripada manfaatnya.” (KHP: 114) Padahal, itu hanya terdapat pada ‘pacaran pada umumnya’. Pada ‘pacaran islami’, hubungannya tidak rawan.

Sebagian penghujat menuntut, “jangan nyari alasan bahwa pacaran kalian nggak pakai aktivitas-aktivitas begituan. Jangan mencari alasan pembenar kalau kalian pacaran islami segala.” (KHP: 167, 169) Mereka menolak sebuah argumen dari sebagian orang di antara kita (yang berhati-hati dalam melakukan pacaran islami) bahwa aktivitas pacaran islami itu “no kiss, no touch. Kalau ketemu ya di masjid. [Padahal, di tempat lain pun tidak apa-apa.] Ngobrolnya jauhan. [Padahal, berdekatan pun boleh, selama tidak ‘mendekati zina’.] Nggak pernah pegangan tangan kalau jalan berdua. [Padahal, ada kalanya pegangan tangan dihalalkan.] Nggak ada jadwal khusus untuk wakuncar. Kapan-kapan aja kalau mau. [Padahal, terjadwal pun tak tercela.] Melepas rindu pun cukup bicara lewat telepon, atau mungkin kirim-kirim SMS dan e-mail saja. [Padahal, langsung tatap-muka pun tidak haram, selama tidak ‘mendekati zina’.] Pokoknya asli tanpa ciuman dan tanpa sentuhan. [Padahal, tidak semua sentuhan terlarang.] Aman dari segala macam ‘gerilya’ yang tak perlu.” (JNC: 71-72) 

“Waduh, dari mana pula dapet ‘dalil’ begini rupa?” protes mereka. (JNC: 72) Dari mana? Ya dari argumentasi mereka sendiri! Mereka sendiri yang meminta, “kudu dilihat dulu aktivitasnya.” (JNC: 72) Mengapa saat kita kemukakan daftar aktivitas yang mereka minta untuk kita lihat itu, mereka sendiri tidak mau menggubris? Mengapa, sebelum daftar tersebut mereka periksa Islami-tidaknya, kita sudah dituduh “selalu mencari-cari alasan buat pacaran”? (KHP: 104)

Kita yakin, “Yang haram tetap haram dan tidak bisa berubah hukum sekalipun dikaitkan dengan simbol-simbol Islam.” (PIA: 22) “Mana mungkin yang haram bisa berubah jadi halal jika diganduli kata ‘islami’.” (JNC: 72-73.) Memang tidak mungkin. Tapi, apakah “yang namanya pacaran itu, bagaimanapun alasannya kagak pernah ada dalam aturan Islam”? (KHP: 174) Aktivitas haram manakah yang berubah jadi halal dalam pacaran islami? Apakah aktivitas-aktivitas di dalam daftar tadi, yang “aman dari segala macam ‘gerilya’ yang tak perlu”, itu haram? Apakah ketemu di masjid, ngobrol jauhan, bicara lewat telepon, atau kirim-kirim SMS dan e-mail itu haram?

Kita tidak membantah, praktek pacaran pada umumnya bolehjadi melanggar syari’at. “Pacaran yang katanya ajang bagi sepasang kekasih untuk saling mengenal pun, tak sekadar itu. Bahkan lebih,” (KHP: 137) yaitu “pengumbaran nafsu syahwat.”(PDKI: 35) Yang parah, “‘Making Love’ (seks) bagi sebagian orang memang menjadi bumbu penyedap dalam pacaran.” (JNC: 78)

Kepada penulis dan penerbit KHP, PIA, JNC, dan PDKI, kita berterima kasih atas peringatan akan penyimpangan-penyimpangan itu. Mudah-mudahan, dengan begitu, kita menjadi lebih berhati-hati dalam berpacaran. Selain itu, semoga pemberitahuan semacam itu tidak membuat pasangan yang selama ini lurus malah menjadi terdorong untuk menyimpang, seperti cium-ciuman, peluk-pelukan, raba-rabaan, dsb., dengan dalih: “Ini kan sudah biasa dilakukan oleh orang-orang yang pacaran!” Bagaimanapun, kebenaran dan kebaikan bukan terletak pada apa yang biasanya terjadi.

Lantas, bagaimana sebaiknya sikap kita menghadapi begitu banyaknya penyimpangan di dunia pacaran? Kita dapat belajar dari sebuah hadits shahih bahwa “Ilmu [agama] ini diemban dalam setiap generasi belakangan oleh orang-orang adil yang menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang berlebihan, pemalsuan orang-orang yang suka berbuat bathil, dan pentakwilan orang-orang bodoh.” (HR al-Baihaqi)

Dalam belajar ini, kita dapat mencontoh sebuah model solusi yang telah dijalankan oleh Hamka. Melihat banyaknya penyimpangan yang serius di dunia ‘tasauf’ yang menjurus syirik, yang dosanya mungkin jauh lebih besar daripada dosa zina yang terdapat pada ‘pacaran pada umumnya’, ulama kita ini tidak serta-merta mengharamkan segala bentuk ‘tasauf’. Dengan mengetengahkan konsep ‘Tasauf Modern’, Hamka bertekad, “Kita tegakkan kembali maksud semula dari tasauf.” (TM: 17)

Oleh sebab-sebab itu, strategi yang kita pilih adalah islamisasi, meluruskan aneka penyimpangan, mengambil yang haq dan menyingkirkan yang bathil (tidak mencampur-adukkan antara keduanya), merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Langkah islamisasi seperti ini dapat dibenarkan oleh syari’at. Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian dua pegangan, sehingga kalian tidak akan tersesat selama berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah [Al-Qur’an] dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR Malik dan Hakim)

Jangan Berlebihan dalam Mencegah Zina!

Sebagian orang berkata, pacaran itu “aktivitas yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.” (JNC: 75) Hah?! Diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya? “Celakalah orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri kemudian mereka katakan bahwa buatan tangan mereka sendiri itu dari Allah.” (al-Baqarah [2]: 79) Rasul-Nya bersabda: “Barangsiapa sengaja berbohong tentang diriku [tentang sesuatu yang dilakukan atau diucapkan oleh beliau] maka hendaknya ia bersiap-siap memasuki tempatnya di neraka.” (BMHN: 69)

Wahai pengharam ‘pacaran islami’! Terangkanlah kepada kami tentang rezeki yang diturunkan Allah kepada kita, lalu kamu jadikan sebagiannya haram! Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu untuk menetapkan haramnya rezeki-Nya itu? Ataukah kamu mengada-ada saja? (Lihat Surat Yunus [10] ayat 59.)

Sebagian penghujat menetapkan, “Mustahil ada pacaran dalam Islam atau mustahil ada pacaran yang islami. Seperti halnya mustahil ada judi yang islami, ... dll.” (PIA: 22) “Gimana bisa disebut islami,” alasan mereka, “wong judi itu sendiri adalah aktivitas haram.” (JNC: 72) Namun, alasan tersebut tampak sesat-pikir lantaran ‘analogi yang pincang’. (Lihat JSP: 22.) 

Memang, judi jelas-jelas dinyatakan sebagai “perbuatan keji buatan syetan” (al-Maa’idah [5]: 90). Akan tetapi, manakah ayat Qur’an atau pun hadits yang menyebutkan haramnya ‘bercintaan dengan kekasih-tetap’? Kalau tidak ada bukti haramnya, bukankah tidak mustahil ada pacaran yang islami? (Lihat Bab 2.)

Mereka mengakui, “Memang nggak pernah ada istilah La tapaccaru (jangan pacaran). Tapi,” saran mereka, “mbok ya cerdas dikit dooong, kalau aktivitas ini jadi pintu masuk zina.” (KHP: 167) Padahal, pacaran Islami kan nggak sampai mendekati pintu masuk zina! [Lihat Bab 3.]

“Benar, tapi bukankah perzinaan juga dimulai dari hal yang kecil?” debat mereka. (JNC: 59) Iya, memang begitu. “Setiap orang memiliki nafsu birahi. Nafsu ini sengaja ditunggangi oleh syetan agar manusia dapat melampiaskannya di luar jalur Islam. Di antara cara syetan menunggangi nafsu birahi ini adalah dengan pacaran.” (PIA: 26) “Memang, nggak semua cowok dan cewek berengsek, tapi masalahnya, setan ada di mana-mana.” (KHP: 137) 

Lantas, apakah karenanya “Pacaran itu jalan syetan yang lurus (menuju neraka)”? (PIA: 26) Mari kita bandingkan dengan jalan syetan lainnya. Selain melalui kecintaan terhadap lawan-jenis, syetan dapat menyimpangkan kita keluar dari jalur Islam melalui kecintaan terhadap harta dan anak-anak. (Lihat Ali ‘Imran [3]: 14 dan KW3: 279-287.) Lalu, apakah karenanya berharta atau pun beranak itu jalan syetan yang lurus menuju neraka? Belum tentu. Nah! Begitu pula pada kejadian bercintaan dengan kekasih-tetap.

“Kalau kamu sering bertemu dengan lawan jenis,” debat mereka lagi, “nggak ada jaminan kan kalau kamu bisa tahan godaan.” (JNC: 59) Ada! Bahkan, jaminannya sudah mereka katakan sendiri: “Cinta sejati ... akan senantiasa lulus dari berbagai ujian.” (JNC: 35) “Mencintai seseorang berarti menjaganya.... Tidak mungkin, seseorang yang mencintai orang lain dengan sebenar-benar cinta akan ‘merusak’ sesuatu yang dicintainya, meskipun dia memiliki ‘kesempatan’ untuk itu.” (KHP: 258) [Selain itu, Al-Qur’an dan As-Sunnah sudah cukup sempurna sebagai pedoman untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya zina.]

Ataukah mereka kira, yang dapat menjalani cinta ‘sejati’ [berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah] itu hanya mereka? Orang Islam lainnya takkan bisa tahan godaan? Percaya tak percaya, syari’at Islam mengakui kesucian fitrah dan ketulusan orang Islam. Kita pun diperintahkan untuk “mempercayai masyarakat muslim dan berprasangka baik terhadap mereka.” (KW3: 224-225; lihat an-Nuur [24]: 12.)

Kita bukan hanya dilarang berlebihan dalam mencegah kemunkaran yang mungkin akan terjadi pada orang lain. Dalam mencegah diri sendiri berzina pun kita dilarang berlebihan. 

Pernah, “datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw dan berkata: ‘Ya Rasulullah, apabila aku makan daging walau sedikit, niscaya nafsuku terhadap wanita akan bergejolak. Oleh karena itu, aku haramkan daging bagi diriku.’ Maka turunlah ayat: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan sesuatu yang baik yang oleh Allah dihalalkan bagimu.’ (Ibnu Katsir memberitakan peristiwa itu di dalam kitab tafsirnya.)” (IEAP: 21) “Dan janganlah kamu berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.” (al-Maa’idah [5]: 87)

Namun, debat mereka: “Setiap orang yang berfikiran sehat pasti menyadari, alasan seperti di atas akan memberi peluang bagi tumbuh suburnya pergaulan bebas yang dapat mengakibatkan kebejatan akhlak.” (PDKI: 73-74) Pemberian izin ‘pacaran islami’ bisa disalahgunakan. Bahkan, ada yang berpandangan, ‘pacaran islami’ yang sesuai dengan sunnah Nabi saw. mustahil (atau hampir mustahil) bisa diterapkan di masyarakat kita. (Lihat JCPI.)

Barangkali alasan mereka, “Masyarakat yang hidup pada zaman Rasulullah saw. adalah masyarakat saleh yang terhindar dari fitnah, sedangkan masyarakat kita sekarang banyak mengalami kemerosotan moral.” Namun, Abu Syuqqah mengabarkan: “anggota masyarakat yang hidup di Madinah pada zaman Rasulullah tidak semuanya seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, atau seperti ‘Aisyah, Asma, dan Ummu Sulaim. Bahkan masyarakat Madinah saat itu terdiri atas berbagai golongan; ada orang-orang munafik, orang Yahudi.... Walaupun demikian, Allah tetap ... membolehkan apa yang boleh.” (KW3: 255)

Memang, kita pun sedikit-banyak khawatir kalau-kalau pemberian izin ‘pacaran islami’ disalahgunakan. Sungguhpun begitu, dalam bersikap demikian kita jangan mengharamkan sesuatu yang tidak terlarang. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari Abdullah bin Umar, seorang shahabat yang dikenal “sangat berhati-hati” dan “banyak mengikuti jejak-jejak Rasulullah” (TTTI: 302).

Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian untuk pergi shalat ke masjid ketika mereka meminta izin kepada kalian.’ Bilal bin Abdullah berkata, ‘Demi Allah, aku akan melarang mereka karena izin itu akan mereka salah gunakan.’ Lalu Abdullah menemuinya dan memakinya dengan makian yang tidak pernah didengar sebelumnya seraya berkata, ‘Saya beritahu kamu tentang hadits Rasulullah saw. tapi kamu justru mengatakan, ‘Aku akan melarang mereka.’” (HR Muslim)

Dengan Pacaran Islami, Muliakanlah Islam!

Dalam hukum Islam, kaidah taisir (pemberian kemudahan) diakui di samping kaidah saddudz-dzari’ah (pencegahan). (KW3: 172) Keduanya saling melengkapi dan saling menyeimbangkan. Bolehkah kita menerapkan satu kaidah saja dan tidak menerima kaidah lainnya? Jangan! Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya!” (al-Baqarah [2]: 208)

Seruan itu tidak hanya kami tujukan kepada pihak penghujat, tetapi juga kepada aktivis dan simpatisan ‘pacaran islami’. Di samping tidak berlebihan, kita pun jangan sampai berkurangan dalam mencegah zina!

Walau pada asalnya tidak tergolong ‘zina hati’, asmara pranikah bisa saja menjadi kurang berharga dan tidak dirahmati Allah. Yaitu ketika tercemari oleh nafsu syahwat yang tidak terkendali (‘zina hati’) atau nafsu kotor lainnya. Meski sudah terawasi oleh orang lain ketika kita berduaan, kita sendirilah yang tahu apakah kita terangsang oleh nafsu birahi ataukah tidak. Karena itu, kita harus peka dan mengenali gejolak syahwat kita, untuk kemudian mendengarkan suara hati nurani, seperti yang telah diteladankan oleh Yusuf a.s..

Nabi Yusuf a.s. berkata: “Wahai Tuhanku! Penjara lebih kusukai daripada memenuhi ajakan mereka [untuk berzina]. Kalau tidak Engkau hindarkan tipu muslihat mereka dariku, aku akan cenderung kepada mereka, dan aku akan tergolong ke dalam orang-orang yang bodoh.” (Yusuf [12]: 33) Tuhan berfirman: “Katakanlah: ‘Jika ... pasangan-pasangan kalian ... lebih kalian cintai daripada Allah dan rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya!’ Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.” (at-Taubah [9]: 24)

Memang, kalau sekadar berjabatan tangan di saat pemberian ucapan selamat atau perjumpaan setelah lama berpisah, sedangkan Anda bergandengan tangan hanya bilamana perlu, dan ketika berboncengan pun berusaha keras untuk tidak saling bersentuhan, maka saya tidak berani berprasangka yang bukan-bukan. Namun, bila Anda sering bergandengan tangan dengan sang pacar, dengan niat agar romantis atau untuk bermesraan, maka saya sangat meragukan keislamian aktivitas Anda ini. (Untuk romantis dalam pranikah secara Islami, lihat NAI: 87-100 dan 135-144.)

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada niatnya. ... Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka ia akan sampai kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikejarnya, atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya [terhenti] pada apa yang ditujunya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Bolehjadi, niat yang mulialah yang melandasi dakwaan sebagian penghujat bahwa “Melegalisasi pacaran dengan dihiasi simbol-simbol Islam merupakan perilaku biadab, sama dengan mengotori Islam secara terang-terangan dan pelecehan [terhadap Islam] yang nyata. Akibatnya muncul image yang tidak baik terhadap Islam.” (PIA: 25) Namun, kami yakin bahwa islamisasi pacaran, sebagaimana islamisasi tasauf, bisa menjadi langkah yang beradab. Langkah ini dapat turut memperbaiki citra Islam, yang saat ini sering dihubungkan dengan terorisme dan kekerasan. 

Sayangnya, sebagian penghujat bersikap benci dan antipati terhadap ‘pacaran islami’. Dengan keras mereka nyatakan bahwa pemahaman dan “istilah pacaran islami tuh ... berbahaya.” (JNC: 76) Bahkan, mereka memandang para pendukung ‘pacaran islami’ sebagai “musuh dalam selimut” yang “lebih berbahaya daripada musuh yang jelas di depan mata.” Alasan mereka, semua aktivitas ‘pacaran islami’ merupakan “upaya pembusukan Islam dari dalam.” (PIA: 23) Namun, kami menyayangkan sikap kebencian dan posisi permusuhan mereka itu. Mengapa? Karena kami yakin bahwa para penyokong islamisasi pacaran, yang suka membersihkan diri, tidak mustahil dicintai Allah dan menjadi kekasih-Nya. (Lihat al-Baqarah [2}: 222 dan at-Taubah [9]: 108.) Sedangkan dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman: “Barangsiapa memusuhi kekasih-Ku, maka sungguh Aku menyatakan perang kepadanya.” (HR Bukhari) Padahal, para pembenci ‘pacaran islami’ itu tidak ingin diperangi Allah, bukan?

Wahai pembenci ‘pacaran Islami’! “Bolehjadi kamu membenci sesuatu, padahal amat baik bagimu, dan bolehjadi [pula] kamu menyukai sesuatu, padahal amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (al-Baqarah [2]: 216) “Dan janganlah kamu ikuti apa yang kamu tidak tahu tentangnya!” (al-Israa’ [17]: 36)

Sebagian penghujat barangkali kurang memahami sabda Rasulullah saw., “Halal itu jelas dan haram itu juga jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal yang syubhat (tidak jelas apakah halal ataukah haram) yang tidak diketahui oleh sebagian besar manusia. Barangsiapa yang menghindari hal-hal yang syubhat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya.” (HR Bukhari dan Muslim) (Lihat PIA: 15-16 dan KHP: 169.) Bagi mereka yang tidak memahami hadits tersebut dengan baik, mereka mencukupkan diri dengan mengharamkan segala sesuatu yang sepengetahuan mereka belum jelas kehalalannya. Mereka sangka, begitulah kealiman yang terpuji. Padahal, orang alim ialah orang yang seraya menghindari yang syubhat, ia terus-menerus mencari tahu kejelasan, sehingga yang tampak jelas (halal atau haram) semakin banyak dan yang syubhat semakin sedikit. (KW3: 229)

Mungkin lantaran kebelumtahuan tentang ‘pacaran islami’, penghujat-penghujat itu mengatakan, “kagak ada maklum-makluman deh, sama ... ‘pacaran islami’.” (KHP: 151) Mereka bersikukuh pada pendapat mereka sendiri. “Apa pun modus operandinya,” mereka memvonis, “yang namanya pacaran tetep haram, titik.” (KHP: 153)

Sikap ‘titik tebal’ itu tampak berbeda jauh dari sikap imam-imam mujtahid yang terbuka terhadap kemungkinan kelirunya fatwa mereka. Imam Abu Hanifah berwasiat, “Apabila perkataanku menyalahi Kitab Allah dan Hadits Rasul saw., maka tinggalkanlah perkataanku.” Imam Malik berpesan, “Ketahuilah! Sebenarnya aku ini hanyalah seorang manusia, mungkin salah dan mungkin benar. Maka selidikilah segala pendapatku. Tiap-tiap yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, ambillah dia; dan yang tidak sesuai dengan Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah dia.” (PHI1: 166)

Jumat, 06 Maret 2009

terkhusus buat ayah ku tersayang.....

Ayah
ayah....
kau hadir dalam keserasian 
ibu menjaga kau menderma
tak kenal lelah dan bosan
              kau penuhi semua keinginanku
              kau jaga aku dalam mimpimu
              kau raih aku dalam nyatamu
seluruh perhatianmu tertuju padaku
seluruh candamu adalah kebahagiaanku
seluruh ucapanmu adalah doa untukku
               ayah.......
tak terasa waktu berlalu
delapan belas tahun lamanya aku didekatmu
delapan belas tahun lamanya candamu bersamaku
delapn belas tahun lamanya dongengmu untukku
akankah kenangan manis delapan belas tahun akan terulang?????
               kini tiba saatnya 

about ryuuuu ^_^

ak punya temen katanya sih namanya ryu.... katanya....hehe mf ya ryu....

trus dy mau puisinya dimuat d bliog ak ,,,,,, puisinya bagus.......bagttttttt

JALAN HATI

diam q membawa ramai

sepi q membawa gembira

duka q membawa bahagia

bahagia q membawa kerugian

kerugian q membawa untung

mengapa nista q selalu membawa bahagia

mengapa bahagua q selalu membawa nista

kapan bahagia q dapat memikul bahagia

dan kapan nista q dapt menggendong nista

apakah semuanya masih relatif??????

buat ryu.... trus bikin puisinya yaa.......